Media90 – Di tengah pesatnya perkembangan era digital, teknologi Artificial Intelligence (AI) kini hadir dalam berbagai bentuk dan sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Mulai dari aplikasi belajar, asisten virtual, filter kamera, hingga permainan edukatif, anak-anak kerap berinteraksi dengan AI bahkan sebelum mereka memahami apa itu teknologi. Kondisi ini menjadikan peran orang tua semakin penting dalam memastikan penggunaan AI tetap aman, terarah, dan membawa manfaat bagi tumbuh kembang anak.
Penggunaan AI yang tepat bukan hanya membantu anak belajar lebih cepat dan kreatif, tetapi juga membentuk pola pikir kritis serta kemampuan adaptasi di masa depan. Berikut lima cara bijak yang dapat dilakukan orang tua dalam membimbing anak berinteraksi dengan teknologi berbasis AI.
1. Beri Edukasi untuk Memahami Apa Itu AI
Anak—terutama di usia dini—memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ini menjadi momentum yang tepat untuk memberikan penjelasan sederhana mengenai konsep dasar AI. Orang tua tidak perlu menggunakan istilah teknis, cukup menjelaskan bahwa AI adalah teknologi yang membantu manusia melakukan tugas tertentu seperti menjawab pertanyaan, menerjemahkan bahasa, atau memberi rekomendasi.
Penting untuk menegaskan bahwa AI bukan manusia, tidak memiliki emosi, dan tidak selalu benar. Dengan pemahaman ini, anak dapat belajar bersikap kritis, tidak mudah percaya sepenuhnya, dan memahami bahwa teknologi memiliki batasan. Orang tua dapat memanfaatkan cerita, video animasi, atau permainan edukatif untuk membuat proses belajar lebih menyenangkan.
2. Selalu Dampingi dan Terlibat Aktif
Pendampingan adalah langkah paling efektif untuk menjaga pengalaman anak tetap aman. Meski banyak aplikasi AI yang ramah anak, tetap ada risiko seperti informasi yang tidak akurat, bias algoritma, konten tidak sesuai usia, hingga potensi ketergantungan.
Untuk anak di bawah 10 tahun, pendampingan intensif sangat dibutuhkan. Orang tua dapat mengarahkan saat anak bertanya hal sensitif, menerima jawaban yang keliru, atau mulai menggunakan aplikasi terlalu lama. Melalui keterlibatan aktif, orang tua juga bisa membantu anak memahami cara kerja AI dan mengapa mereka harus tetap berhati-hati.
3. Tetapkan Aturan dan Batasan Penggunaan
AI sering kali sangat menarik bagi anak, terutama chatbot interaktif dan aplikasi belajar yang seru. Karena itu, orang tua perlu menetapkan aturan yang jelas, seperti:
-
Batas durasi harian penggunaan perangkat.
-
Daftar aplikasi yang boleh digunakan.
-
Larangan menggunakan AI untuk menyontek atau mencari jalan pintas.
-
Pembagian waktu antara belajar, bermain, dan istirahat.
Dengan aturan yang konsisten, anak belajar disiplin sekaligus mendapatkan manfaat optimal dari teknologi.
4. Gunakan AI sebagai Pendamping Edukasi, Bukan Pengganti Interaksi Manusia
AI memiliki potensi besar dalam membantu proses belajar—mulai dari bahasa, matematika, seni, hingga eksperimen sains. Namun, teknologi ini tidak boleh menggantikan interaksi sosial dan pengalaman nyata.
Orang tua perlu menekankan bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan teman emosional atau pengganti peran keluarga dan guru. Dorong anak untuk tetap aktif berinteraksi dengan lingkungan, bermain di luar ruangan, serta mengembangkan kreativitas manual.
AI seharusnya memperkaya proses belajar, bukan menggantikannya.
5. Menjadi Teladan dalam Menggunakan Teknologi
Anak meniru apa yang mereka lihat. Oleh karena itu, orang tua harus menunjukkan cara menggunakan teknologi secara sehat, aman, dan produktif. Tunjukkan bahwa AI bisa membantu kegiatan positif seperti belajar atau mencari informasi yang bermanfaat.
Dengan menjadi role model, anak akan memahami bahwa penggunaan teknologi harus memiliki tujuan, dilakukan pada waktu yang tepat, serta tetap mengutamakan interaksi sosial.
AI telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Jika digunakan dengan bijak, teknologi ini bisa menjadi sarana pendukung perkembangan anak yang sangat efektif. Melalui edukasi, pendampingan, dan batasan yang tepat, orang tua dapat membantu anak tumbuh menjadi generasi yang cerdas, kritis, kreatif, dan melek teknologi—tanpa mengabaikan aspek keamanan dan etika digital.














