Media90 – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mempertimbangkan aturan baru yang berpotensi berdampak besar pada ekosistem kreator konten di Indonesia. Pemerintah sedang mengkaji kemungkinan mewajibkan sertifikasi bagi influencer sebelum membuat konten tertentu, khususnya yang membahas isu sensitif seperti kesehatan, hukum, keuangan, dan pendidikan.
Latar Belakang Wacana Sertifikasi
Langkah ini muncul menyusul kebijakan serupa yang telah diterapkan di China. Di Negeri Tirai Bambu, influencer yang ingin membahas topik profesional wajib memiliki kualifikasi akademik atau sertifikat kompetensi. Tanpa sertifikasi, konten tidak diperbolehkan tayang, dan pelanggar berpotensi didenda atau akunnya diblokir.
Kepala BPSDM Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, menjelaskan bahwa Indonesia mempelajari kebijakan digital di negara lain sebagai referensi untuk menjaga ekosistem digital tetap sehat. Tujuannya, mencegah penyebaran hoaks dan edukasi keliru dari kreator yang kurang kompeten.
“Kompetensi memang diperlukan, tapi jangan sampai mengurangi kebebasan berekspresi,” ujar Boni.
Komdigi menilai, wacana sertifikasi ini bisa menjadi solusi agar konten edukatif lebih dapat dipertanggungjawabkan. Namun, aturan ini belum final. Pemerintah masih mengumpulkan masukan dari berbagai pihak, termasuk komunitas kreator, platform digital, dan akademisi.
Siapa yang Berpotensi Wajib Sertifikasi?
Berdasarkan referensi dari kebijakan China, sertifikasi kemungkinan akan menyasar kreator yang membahas:
-
Kesehatan dan obat-obatan
-
Konsultasi hukum
-
Edukasi keuangan dan investasi
-
Pembelajaran dan pendidikan
-
Konsultasi psikologi dan kesehatan mental
Konten hiburan, lifestyle, gaming, kuliner, atau vlog harian diperkirakan tidak akan terkena kewajiban sertifikasi.
Bagaimana Penerapan di China?
Di China, platform seperti Douyin, Bilibili, dan Weibo wajib memverifikasi kualifikasi kreator sebelum konten profesional dipublikasikan. Pelanggaran dapat dikenai denda hingga 100.000 yuan (sekitar Rp230 juta) atau pencabutan akun. Kebijakan ini dinilai efektif menjaga integritas informasi dan mengurangi penyebaran hoaks.
Kesimpulan
Saat ini, wacana sertifikasi influencer di Indonesia masih dalam tahap pembahasan dan belum diterapkan. Pemerintah ingin meningkatkan kualitas konten tanpa mematikan kreativitas kreator digital. Ruang dialog dengan berbagai pihak masih dibuka luas sebelum aturan final ditetapkan.
Jika jadi diterapkan, sertifikasi ini berpotensi mengubah standar profesionalisme influencer di Indonesia, terutama bagi mereka yang ingin dianggap kredibel dalam bidang tertentu.














