TEKNO

Indonesia Hadapi 14,7 Juta Ton Limbah Pangan, Teknologi 3D Food Printing Berbasis AI Dinilai Bisa Jadi Terobosan

6
×

Indonesia Hadapi 14,7 Juta Ton Limbah Pangan, Teknologi 3D Food Printing Berbasis AI Dinilai Bisa Jadi Terobosan

Sebarkan artikel ini
Di Tengah 14,7 Juta Ton Limbah Pangan, Teknologi 3D Food Printing Berbasis AI Mulai Dilirik sebagai Solusi
Di Tengah 14,7 Juta Ton Limbah Pangan, Teknologi 3D Food Printing Berbasis AI Mulai Dilirik sebagai Solusi

Media90 – Indonesia tengah menghadapi persoalan serius di sektor pangan dengan tingginya angka pemborosan makanan (food waste) yang mencapai sekitar 14,7 juta ton per tahun, menurut UNEP Food Waste Index Report 2024. Jumlah tersebut mencerminkan lemahnya efisiensi pada rantai pasok dan perilaku konsumsi masyarakat, serta memicu potensi kerugian ekonomi hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun. Di tengah urgensi tersebut, sejumlah inovasi mulai dilirik, salah satunya teknologi 3D food printing berbasis kecerdasan buatan (AI) yang digadang-gadang sebagai solusi modern untuk mengatasi persoalan food waste di Indonesia.

Food Waste: Ancaman Pangan dan Lingkungan

Masalah limbah makanan bukan sekadar urusan sampah rumah tangga. SIPSN 2024 mencatat bahwa 39,25% dari total sampah nasional adalah sisa makanan, menjadikannya penyumbang terbesar dari seluruh timbulan sampah Indonesia. Jika dikonversikan, Bappenas memperkirakan potensi gizi yang terbuang bisa mencukupi kebutuhan makan 29–47% populasi Indonesia.

Dampaknya tidak hanya pada ketahanan pangan, tetapi juga lingkungan. Limbah makanan yang membusuk menghasilkan gas metana—gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat daripada CO₂—yang mempercepat pemanasan global dan memperburuk kualitas lingkungan.

Baca Juga:  Unggulan AiScore Apk: Nikmati Streaming Langsung Beragam Olahraga Tanpa Perlu VPN!

3D Food Printing Berbasis AI: Cara Baru Mengolah Sisa Pangan

Teknologi 3D food printing berbasis AI muncul sebagai inovasi segar untuk mengolah sisa sayuran, buah, hingga umbi-umbian menjadi produk pangan baru yang rapi, bernilai tambah, dan tetap bergizi. Dengan bantuan AI, variasi karakteristik limbah pangan dapat dipetakan secara presisi, sehingga kualitas produk tetap stabil.

AI berperan dalam beberapa tahap penting:

  1. Ingredient Profiling
    Menganalisis kandungan nutrisi, kadar air, hingga komposisi kimia bahan sisa pangan.

  2. Optimasi Formulasi
    Menentukan takaran dan komposisi ideal agar adonan memiliki tekstur yang konsisten saat dicetak.

  3. Kontrol Mutu Real-Time
    Memastikan hasil cetakan aman, stabil, dan sesuai standar pangan selama proses berlangsung.

  4. Personalisasi Gizi
    Menghasilkan makanan sesuai kebutuhan khusus—tinggi protein, rendah garam, atau tekstur lunak untuk lansia.

Dengan cara ini, limbah makanan tidak lagi dipandang sebagai sampah, melainkan sumber daya baru yang dapat diolah menjadi pangan bernutrisi dan bernilai jual.

Tujuan dan Manfaat Strategis

Pengembangan teknologi ini berpotensi memberikan sejumlah manfaat besar:

  1. Mengurangi timbulan food waste secara signifikan
    Dengan mengonversi sisa makanan menjadi produk layak konsumsi.

  2. Menciptakan nilai tambah ekonomi
    Food waste dapat menjadi komoditas baru dan membuka peluang usaha di sektor pangan inovatif.

  3. Memenuhi kebutuhan nutrisi khusus
    Termasuk untuk anak-anak, lansia, hingga pasien dengan diet tertentu.

Secara lebih luas, inovasi ini juga selaras dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDGs 2 (Zero Hunger) dan SDGs 12 (Responsible Consumption and Production).

Menuju Ekonomi Sirkular Pangan

Teknologi 3D food printing berbasis AI menawarkan pendekatan sirkular bagi sektor pangan Indonesia—mengubah bahan yang sebelumnya dianggap limbah menjadi produk baru yang bernutrisi. Dengan dukungan kebijakan pemerintah dan kolaborasi lintas sektor, inovasi ini berpotensi menjadi terobosan dalam mengatasi persoalan food waste yang selama ini membebani sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Jika diadopsi secara luas, teknologi ini bukan hanya membantu mengurangi limbah, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan nasional di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *