Media90 – Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Aceh dalam beberapa hari terakhir kembali menegaskan tingginya kerentanan Indonesia terhadap bencana hidrometeorologi. Curah hujan ekstrem yang turun terus-menerus menyebabkan sungai meluap, merendam permukiman, fasilitas umum, hingga jalur transportasi. Ribuan warga harus mengungsi ke tempat aman. Selain memunculkan kerugian besar dan mengganggu aktivitas masyarakat, peristiwa ini menunjukkan bahwa sistem pengendalian banjir nasional masih memerlukan peningkatan signifikan.
Melihat keberhasilan berbagai negara dalam mengembangkan teknologi mitigasi banjir dapat memberi inspirasi bagi Indonesia dalam memperkuat ketahanan lingkungan.
Lima Teknologi Global Pengendali Banjir
1. Delta Works – Belanda
Belanda dikenal sebagai negara dengan sistem manajemen banjir paling maju di dunia. Salah satu proyek monumental mereka adalah Delta Works, rangkaian bendungan, tanggul, pintu air, dan penghalang badai yang terus diperbarui untuk menghadapi ancaman kenaikan permukaan laut.
Proyek ini dibangun setelah banjir dahsyat Laut Utara pada 1953 yang menewaskan 1.835 orang dan merendam ribuan kilometer persegi wilayah.
Delta Works kini menjadi penghalang gelombang badai terbesar di dunia, terdiri dari 65 pilar beton dan 62 luncuran baja, yang hanya ditutup saat cuaca ekstrem.
2. Thames Barrier – London
London mengandalkan Thames Barrier, salah satu penghalang banjir paling terkenal di dunia, untuk melindungi pusat kotanya dari gelombang pasang.
Penghalang sepanjang 520 meter ini mampu melindungi 1,4 juta penduduk dan 420.000 properti.
Terdiri dari 10 gerbang baja seberat 3.300 ton, struktur raksasa ini berputar ke atas membentuk dinding penahan air laut ketika pasang ekstrem terjadi.
3. G-Cans – Jepang
Jepang mengoperasikan sistem drainase bawah tanah terbesar di dunia, G-Cans atau Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel, yang berada di Kasukabe, Saitama.
Struktur megah ini memiliki ruang setinggi gedung 6 lantai dan terhubung dengan terowongan sepanjang 6,3 kilometer.
Sistem ini bekerja dengan menyalurkan air dari sungai-sungai kecil ke lima tangki raksasa berukuran tinggi 25,4 meter dan panjang 177 meter, sebelum dialirkan ke Sungai Edo yang lebih besar.
4. MOSE – Italia
Kota Venesia, yang rentan tenggelam akibat penurunan tanah dan kenaikan permukaan laut, mengembangkan sistem MOSE (Modulo Sperimentale Elettromeccanico).
Puluhan gerbang raksasa dipasang untuk naik ke permukaan ketika terjadi pasang ekstrem.
Saat air laut meninggi, gerbang-gerbang tersebut otomatis terangkat dan membentuk penghalang untuk mencegah banjir. Nama MOSE terinspirasi dari kisah Nabi Musa yang membelah lautan.
5. SMART Tunnel – Malaysia
Malaysia memiliki SMART Tunnel (Stormwater Management and Road Tunnel) yang berfungsi ganda sebagai jalan raya sekaligus terowongan pengendali banjir.
Saat kondisi hujan normal, terowongan digunakan sebagai jalur kendaraan dua tingkat. Namun ketika hujan deras, jalur lalu lintas ditutup dan dialihfungsikan sebagai saluran drainase raksasa untuk mengalirkan air ke luar kota.
Pelajaran untuk Indonesia
Berbagai teknologi tersebut menunjukkan bahwa investasi dalam pengendalian banjir harus selaras dengan:
-
penataan tata ruang kota,
-
edukasi dan kesadaran masyarakat,
-
pengelolaan lingkungan yang terpadu, dan
-
dukungan kebijakan jangka panjang.
Dengan memadukan inovasi global dan kebutuhan lokal, Indonesia berpeluang membangun sistem mitigasi banjir yang lebih kuat, adaptif, dan berkelanjutan di masa mendatang.














