Media90 – Masalah sampah popok sekali pakai kian mendesak seiring meningkatnya jumlah penduduk dan tingginya penggunaan produk higienis modern. Popok bekas termasuk jenis sampah rumah tangga paling sulit terurai karena mengandung plastik, gel penyerap, serta berbagai bahan kimia. Di Indonesia, jutaan popok dibuang setiap hari—banyak di antaranya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) hingga mencemari sungai. Kondisi ini tidak hanya memperburuk lingkungan, tetapi juga berpotensi mengancam kesehatan masyarakat.
Namun sebuah terobosan baru mulai menunjukkan harapan: teknologi pirolisis, yang mampu mengolah popok bekas menjadi bahan bakar alternatif seperti solar dan bensin.
Terobosan Diperkenalkan Bertepatan Hari Pencegahan Polusi Sedunia
Pada 2 Desember 2025, bertepatan dengan Hari Pencegahan Polusi Sedunia, kerja sama berbasis teknologi pirolisis resmi diperkenalkan sebagai bagian dari inisiatif Merries Senyumkan Lingkungan yang telah berjalan sejak 2019. Program ini tidak hanya fokus pada pengolahan popok bekas, tetapi juga edukasi dan perubahan perilaku masyarakat—khususnya warga RW 04 dan Posyandu Pondok Kacang Barat.
Melalui program edukasi tersebut, masyarakat diperkenalkan pada cara memilah popok bekas, memahami potensi energi yang bisa dihasilkan, sekaligus mengenal teknologi pirolisis skala kecil hingga menengah yang telah diterapkan di sejumlah daerah.
Apa Itu Teknologi Pirolisis?
Teknologi pirolisis bekerja dengan memecah material tanpa oksigen pada suhu tinggi (300–800°C). Pada popok bekas, proses ini merombak kandungan plastik, karet, serat, hingga gel penyerap menjadi biofuel, yang kemudian bisa digunakan sebagai minyak bakar.
Kertabumi Recycling Center menjadi mitra utama pengolahan teknologi ini. Dengan mesin pirolisis yang dimodifikasi khusus, popok bekas yang semula dianggap tidak memiliki nilai guna kini dapat berubah menjadi:
-
Solar/diesel
-
Bensin
-
Bahan bakar cair lain untuk kebutuhan operasional fasilitas atau kegiatan masyarakat
Hasil energi ini bukan hanya mengurangi beban lingkungan, tetapi juga memberi manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat sekitar.
Gerakan yang Mengubah Mindset Masyarakat
Santi Novianti, Co-founder Kertabumi Recycling Center, menegaskan bahwa teknologi ini bukan sekadar solusi teknis, melainkan gerakan sosial. Melalui edukasi, workshop, dan pelibatan warga, mereka ingin mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah.
Menurutnya, popok bekas sering dianggap limbah paling bermasalah, tetapi dengan penanganan tepat justru memiliki potensi menjadi sumber daya baru. Harapannya, masyarakat ke depan tidak hanya membuang sampah, tetapi mulai melihatnya sebagai sesuatu yang bisa dikelola dan dimanfaatkan.
Manfaat Lingkungan dan Sosial
Pemanfaatan pirolisis untuk mengolah popok bekas menghadirkan banyak keuntungan:
-
Mengurangi volume sampah secara signifikan
-
Menghasilkan energi alternatif bernilai tinggi
-
Menurunkan emisi gas rumah kaca
-
Mengurangi risiko pencemaran air dan tanah
Selain itu, inisiatif ini membuka peluang kerja sama berkelanjutan antara pemerintah daerah, industri, serta komunitas daur ulang. Dengan keberhasilan pilot project di Pondok Kacang Barat, model ini dapat diperluas ke wilayah lain untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah popok yang lebih bertanggung jawab.
Edukasi yang berjalan juga memberi dampak jangka panjang—kesadaran masyarakat meningkat, terutama soal pentingnya memilah dan menangani popok bekas secara khusus karena kandungan kimianya.
Popok Bekas yang Bertransformasi Menjadi Energi
Transformasi popok bekas menjadi energi alternatif membuktikan bahwa teknologi ramah lingkungan dapat menghadirkan solusi nyata bagi masyarakat. Selain mengurangi beban TPA dan mencegah pencemaran, energi yang dihasilkan melalui pirolisis dapat kembali dimanfaatkan untuk kebutuhan komunitas.
Teknologi ini menjadi harapan baru bagi penanganan sampah popok di Indonesia. Jika diterapkan secara luas, pirolisis berpotensi menjadi bagian penting dalam menghadirkan sistem pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan, bersih, dan berbasis ekonomi sirkular.














