Media90 – Diskursus mengenai masa depan aset kripto di Indonesia kembali mencuat seiring pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Salah satu topik yang menarik perhatian adalah potensi kripto berkembang tidak hanya sebagai instrumen investasi, tetapi juga sebagai alat pembayaran.
Aspirasi Pelaku Industri Kripto
Asosiasi Blockchain dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo-ABI) mengusulkan agar revisi UU P2SK membuka ruang lebih luas bagi inovasi kripto, termasuk harmonisasi dengan sektor perbankan dan sistem pembayaran. Wakil Ketua Umum Aspakrindo-ABI, Yudhono Rawis, menyebut mekanisme serupa sudah diterapkan di Amerika Serikat, di mana stablecoin mulai diakui untuk transaksi sehari-hari.
“Rekomendasi kami terkait inovasi, terutama untuk alat pembayaran. Pembayaran masih diatur di Bank Indonesia, sementara exchange dan blockchain di OJK. Harapan kami, dengan harmonisasi antarinstitusi, kripto bisa berkembang dari instrumen investasi menjadi alat pembayaran,” ujar Yudho dalam rapat Panja Revisi UU P2SK dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (24/9).
Dukungan dari Tokocrypto
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyambut positif usulan ini dan menekankan pentingnya kerangka regulasi yang progresif. Menurutnya, regulasi yang jelas dan harmonis tidak hanya memberi kepastian bagi pelaku industri, tetapi juga membuka jalan bagi adopsi kripto yang lebih luas di masyarakat.
Calvin menekankan bahwa inovasi kripto tidak harus menunggu revisi UU P2SK selesai. Dalam jangka pendek, langkah strategis seperti pemberian insentif pajak, percepatan proses listing token baru, serta dukungan untuk produk inovatif seperti staking dan derivatif dapat menstimulasi pertumbuhan ekosistem kripto.
“Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan misalnya pemberian insentif pajak yang lebih ringan, percepatan proses listing token baru, hingga dukungan produk inovatif seperti staking dan derivatif atau futures. Langkah-langkah ini bisa mempercepat pertumbuhan pasar kripto,” jelas Calvin.
Tantangan dan Arah Kebijakan
Meski peluang kripto sebagai instrumen pembayaran terbuka lebar, sejumlah tantangan tetap ada, termasuk maraknya exchange ilegal dari luar negeri dan perlunya penyesuaian regulasi perpajakan agar mencerminkan karakter pasar kripto yang borderless. Konsolidasi antarotoritas seperti OJK, Bank Indonesia, dan Direktorat Jenderal Pajak menjadi kunci dalam membangun regulasi yang seimbang antara perlindungan konsumen, stabilitas sistem keuangan, dan ruang inovasi.
Data Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu menunjukkan bahwa penerimaan pajak kripto hingga 31 Agustus 2025 mencapai Rp1,61 triliun, hampir 4% dari total penerimaan pajak ekonomi digital sebesar Rp41,09 triliun.
“Potensi kripto sebagai alat pembayaran di Indonesia bergantung pada kesiapan teknologi sekaligus keberanian regulasi untuk beradaptasi. Dengan kebijakan tepat, kripto bisa berevolusi dari instrumen investasi menjadi bagian dari sistem pembayaran digital nasional, memperluas inklusi keuangan, dan memperkuat posisi Indonesia di peta ekonomi digital global,” tutup Calvin.
Tentang Tokocrypto
Tokocrypto merupakan pedagang aset kripto terkemuka di Indonesia sejak 2018, terdaftar di OJK sebagai Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD), serta anggota Bursa dan Kliring Kripto. Dukungan Binance memperkuat Tokocrypto menyediakan layanan investasi kripto aman, transparan, dan mudah digunakan, dengan rata-rata transaksi harian US$30 juta, lebih dari 400 token/koin, dan 600 pasangan perdagangan untuk lebih dari 4 juta pengguna. Informasi lebih lanjut kunjungi www.tokocrypto.com.