Media90 – Ketika sebagian besar negara masih sibuk membangun pusat data berpendingin udara di daratan, China justru mengambil langkah berani dan futuristik: menenggelamkan pusat data ke dasar laut.
Langkah ini tak sekadar soal efisiensi energi, tetapi juga menjadi simbol dominasi baru Negeri Tirai Bambu dalam inovasi infrastruktur digital global.
Melalui proyek perdananya, China resmi menyalip Microsoft, yang sebelumnya lebih dulu menguji konsep serupa lewat Project Natick. Kini, ide yang dulu dianggap eksperimen itu telah naik tingkat menjadi kenyataan komersial.
Data Center Bawah Laut Pertama di Dunia Resmi Beroperasi
Fasilitas data center bawah laut komersial pertama di dunia ini berlokasi di kawasan Lin-gang, Shanghai, dan digarap oleh Shanghai Hicloud bekerja sama dengan China Telecom, Shenergy, serta CCCC Third Harbor Engineering.
Total investasi proyek ini mencapai 226 juta dolar AS atau sekitar Rp3,5 triliun.
Berbeda dengan Microsoft yang hanya melakukan uji coba terbatas di lepas pantai Skotlandia pada 2018 — dengan 855 server dan dihentikan pada 2024 — China justru mengubah eksperimen menjadi infrastruktur nyata yang siap melayani kebutuhan data global secara komersial.
Efisien, Ramah Lingkungan, dan Didukung Energi Angin
Pusat data bawah laut tersebut disimpan dalam kapsul bertekanan tinggi berlapis anti-korosi, yang terletak sekitar 35 meter di bawah permukaan laut.
Air laut berfungsi sebagai pendingin alami, sementara sekitar 95% energi yang digunakan bersumber dari turbin angin lepas pantai, menjadikannya salah satu fasilitas data paling ramah lingkungan di dunia.
Dengan sistem pendinginan alami ini, pusat data tersebut mencatat Power Usage Effectiveness (PUE) di bawah 1,15 — jauh lebih efisien dibandingkan pusat data darat yang rata-rata mencapai 1,50–1,60.
Pada tahap awal, daya komputasi yang dihasilkan mencapai 2,3 megawatt, dan ditargetkan meningkat hingga 24 megawatt dalam beberapa tahun ke depan.
Meski begitu, pihak pengembang masih menunggu verifikasi independen untuk memastikan bahwa operasi data center tidak menimbulkan dampak termal atau ekologis yang berbahaya bagi lingkungan laut.
Tantangan Teknis: Perawatan di Dasar Laut
Meski menawarkan efisiensi tinggi, proyek ambisius ini juga membawa tantangan teknis besar.
Pemeliharaan dan penggantian komponen di bawah laut membutuhkan teknologi khusus karena tekanan air tinggi dan akses yang sangat terbatas. Proses perbaikan pun memakan biaya jauh lebih mahal dibandingkan fasilitas di daratan.
Namun bagi China, tantangan ini dianggap sepadan. Negara tersebut berambisi menjadi pemimpin global dalam infrastruktur digital berkelanjutan, memadukan efisiensi energi dengan inovasi teknologi.
Arah Baru Industri Data Global
Langkah China ini menandai pergeseran besar arah industri data dunia. Pusat komputasi masa depan kemungkinan besar tak lagi berada di darat, melainkan di bawah laut, di mana suhu stabil dan sistem pendinginan alami tersedia tanpa konsumsi energi besar.
Dengan emisi karbon rendah, efisiensi tinggi, dan ketahanan lingkungan yang lebih baik, konsep data center bawah laut berpotensi menjadi solusi jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan komputasi dan penyimpanan data di era kecerdasan buatan (AI) dan cloud computing.
China kini bukan hanya membuktikan diri sebagai raksasa manufaktur dan ekonomi digital, tetapi juga sebagai pelopor era baru infrastruktur data global — yang tak lagi dibangun di atas tanah, melainkan di dasar lautan.














