Media90 – Jakarta kini resmi tercatat sebagai kota atau kawasan aglomerasi terpadat di dunia, menurut laporan World Urbanization Prospects 2025 yang dirilis Divisi Populasi Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN DESA). Dengan jumlah penduduk hampir 41,9 juta jiwa, ibu kota Indonesia ini menyalip Dhaka, Bangladesh (36,6 juta jiwa) dan Tokyo, Jepang (33,4 juta jiwa).
Menariknya, sembilan dari sepuluh kota terpadat dunia berada di Asia, sementara satu-satunya pengecualian adalah Kairo, Mesir. Tren ini menegaskan bahwa Asia menjadi pusat pertumbuhan urbanisasi global, dengan megakota yang terus berkembang pesat.
Perubahan Definisi Perkotaan
Laporan UN DESA menggunakan metodologi baru yang menghitung kota berdasarkan kawasan aglomerasi yang saling terhubung. Dalam kasus Jakarta, wilayah Jabodetabek—terdiri dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi—dihitung sebagai satu kesatuan. Dengan definisi ini, jumlah penduduk yang sebelumnya tercatat sekitar 12 juta jiwa menurut data resmi Pemprov DKI Jakarta melonjak menjadi hampir 42 juta jiwa.
Metode ini memberikan gambaran lebih realistis tentang skala urbanisasi, sekaligus memperlihatkan tantangan besar dalam tata kelola perkotaan yang harus dihadapi.
Pergeseran Urbanisasi Global
Urbanisasi global menunjukkan pertumbuhan penduduk yang pesat di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara. India diproyeksikan mencapai hampir 1,7 miliar jiwa pada 2050, diikuti Nigeria dan Pakistan dengan angka signifikan. Sementara itu, kota-kota di Asia seperti Dhaka, Shanghai, dan New Delhi diprediksi terus bertumbuh, sedangkan Tokyo dan Seoul justru akan mengalami penurunan populasi.
Jakarta sebagai Megakota: Peluang dan Tantangan
Status Jakarta sebagai kota terpadat membawa konsekuensi sosial dan lingkungan yang kompleks. Kepadatan ekstrem menimbulkan polusi udara, pencemaran air tanah, amblesan tanah, kemacetan, kriminalitas, hingga harga tanah yang tak terkendali akibat gentrifikasi.
Dwiyanti Kusumaningrum, peneliti dari BRIN, menegaskan, “Kota besar bukan hanya pusat kesempatan, tetapi juga konsentrasi masalah. Pembangunan selama ini terlalu dikuasai oleh pasar dan sektor privat, sementara kebijakan perkotaan nasional masih lemah.” Ia menekankan perlunya undang-undang khusus untuk tata kelola perkotaan di Indonesia.
Pentingnya Tata Kelola Perkotaan
Agar Jakarta tetap layak huni sebagai megakota, tata kelola yang kuat mutlak diperlukan. Pemerintah perlu mengatur tata guna lahan, mobilitas, perumahan, dan layanan dasar secara terpadu. Kolaborasi antar wilayah metropolitan di Jabodetabek menjadi krusial untuk mengatur mobilitas komuter, mengembangkan transportasi publik, dan mengendalikan ekspansi urban agar ekosistem pedesaan dan sekitarnya tetap terjaga.
Proyeksi Masa Depan
Dalam proyeksi 2050, Jakarta diperkirakan akan memiliki 51,8 juta jiwa, hanya sedikit di bawah Dhaka yang mencapai 52,1 juta jiwa. Angka ini menegaskan bahwa Jakarta akan tetap menjadi salah satu megakota terbesar di dunia, dengan tantangan yang tak kalah besar.
Masa depan Jakarta sebagai megakota sangat bergantung pada perencanaan dan pengelolaan yang matang. Tanpa strategi yang tepat, kota ini berisiko terjebak dalam krisis berkelanjutan seperti banjir, kepadatan, ketimpangan sosial, hingga penurunan kualitas hidup. Namun, jika tata kelola diperkuat dengan regulasi jelas, investasi berkelanjutan, dan partisipasi masyarakat, Jakarta memiliki peluang menjadi contoh megakota yang tangguh, sehat, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.














