Media90 – Sejalan dengan program Kementerian Pariwisata Republik Indonesia “Wonderful Indonesia Gourmet” yang bertujuan memperkenalkan kekayaan kuliner Nusantara berbasis budaya ke panggung global, Dapur Alit hadir sebagai destinasi ethno-gastronomy yang menghidupkan kembali nilai-nilai luhur Jawa Kuno melalui pengalaman bersantap yang sarat makna dan filosofi.
Berlokasi di Tuntungan Tahunan, Umbulharjo, Yogyakarta, Dapur Alit berawal dari halaman rumah sederhana dan kini tumbuh menjadi ruang intimate dining yang memadukan rasa, cerita, dan nilai spiritual dalam setiap hidangan. Di sini, makanan bukan sekadar santapan — tetapi narasi budaya yang menghubungkan masa lalu, alam, dan manusia.
Dari Lontar ke Sajian Meja
Terinspirasi dari riset mendalam terhadap Lontar Dharma Caruban, Dapur Alit mengusung filosofi bahwa setiap bahan pangan memiliki jiwa yang perlu dihormati sebelum diolah. Pandangan ini menjadi inti pendekatan Ethno-Gastronomy Jawa Kuno, di mana seni memasak tidak hanya mencipta rasa, tetapi juga menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Dari telaah terhadap prasasti-prasasti seperti Prasasti Watukura (902 M) dan Prasasti Jru-Jru (930 M), lahirlah sejumlah menu tematik seperti Nasi Watukura, yang melambangkan harmoni dan perayaan masa Mataram Kuno; Nasi Paripurna, simbol keseimbangan hidup masyarakat Jawa; serta minuman khas seperti Jonggrang Signature Drink dan Arupadhatu Drink, perpaduan rempah dan bunga yang mengandung makna spiritual dari kisah candi dan legenda kuno.
Gerabah dan Cerita dari Tanah Borobudur
Keunikan Dapur Alit juga hadir lewat pemilihan wadah penyajian. Semua gerabah dibuat di Dusun Klipoh, Borobudur — desa pengrajin yang mempertahankan teknik leluhur selama ratusan tahun. Tanahnya diyakini memiliki energi spiritual dan sejarah panjang, menambah dimensi makna pada setiap sajian.
Beberapa piring bahkan diukir dengan relief Pancatantra — kumpulan kisah fabel klasik yang juga diabadikan di Candi Sojiwan dan Candi Jago. Melalui relief ini, pengunjung diajak menyelami pesan moral dan filosofi hidup tentang kebijaksanaan, keseimbangan, dan hubungan manusia dengan alam.
“Lebih dari tempat makan, Dapur Alit adalah ruang refleksi dan pelestarian budaya. Kami percaya bahwa pelestarian warisan budaya bisa dimulai dari dapur rumah kita sendiri. Kuliner adalah jembatan untuk mempelajari budaya nenek moyang yang mulai terlupakan,” tutur T. Cilik Pamungkas, pendiri Dapur Alit.
Apresiasi dari Dunia Internasional
Kehadiran Dapur Alit juga mendapat perhatian dari tamu mancanegara. Anna Kooi, peneliti kuliner dan chef asal Amsterdam, menilai pendekatan Dapur Alit unik dan otentik.
“Storytelling-nya luar biasa — rujukan mitologi kuno, hubungan dengan alam, dan fabel-fabelnya sangat menarik. Rasanya halus, penyajiannya indah, dan suasananya intim. Ini pengalaman gastronomi yang tidak kami temui di tempat lain,” ujarnya.
Dari Kearifan Kuno ke Selera Modern
Dengan visi “From Ancient Wisdom to Modern Taste”, Dapur Alit menjadi pionir konsep Ethno-Gastronomy Jawa Kuno yang berkontribusi memperkuat identitas kuliner Indonesia di kancah global. Melalui pendekatan yang memadukan cita rasa, nilai budaya, dan keberlanjutan, Dapur Alit selaras dengan semangat Wonderful Indonesia Gourmet — memperkenalkan kuliner sebagai ekspresi budaya dan pelestarian kearifan lokal.
Dapur Alit buka untuk umum setiap Senin–Sabtu pukul 12.00–22.00 WIB, beralamat di Tuntungan UH III No. 1079, Tahunan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta.