Media90 – Dunia teknologi tengah dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah euforia AI kini sudah menyerupai gelembung yang siap pecah? Kabar tentang investor besar yang ramai-ramai melepas saham Nvidia senilai ratusan triliun rupiah langsung memicu kekhawatiran, tetapi di sisi lain, laporan keuangan Nvidia justru mencatat rekor pendapatan baru. Apa yang sebenarnya terjadi di balik fakta yang tampak bertolak belakang ini?
Investor Raksasa Lepas Saham Massal
SoftBank menjadi sorotan utama setelah melepas seluruh kepemilikan saham Nvidia senilai 5,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp96,5 triliun dalam waktu singkat. Tidak hanya SoftBank, hedge fund Thiel Macro milik Peter Thiel juga menjual 537.000 lembar saham senilai 100 juta dolar AS atau sekitar Rp1,6 triliun. Beberapa institusi keuangan lain melakukan rotasi portofolio serupa.
Langkah ini memicu kekhawatiran bahwa valuasi saham AI sudah terlalu tinggi, mirip gelembung dot-com tahun 2000-an yang membuat Nasdaq anjlok lebih dari 70 persen. Banyak analis menilai aksi ini sebagai “profit taking” setelah saham Nvidia naik lebih dari 180 persen dalam 18 bulan terakhir.
Pendapatan Nvidia Justru Cetak Rekor
Bertolak belakang dengan aksi jual itu, Nvidia merilis laporan keuangan kuartal III fiskal 2026 (berakhir Oktober 2025) dengan pendapatan total mencapai 57 miliar dolar AS atau sekitar Rp949 triliun, naik 62 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini bahkan melampaui ekspektasi Wall Street yang hanya memperkirakan 55 miliar dolar.
Segmen data center, yang menjadi tulang punggung bisnis AI, melonjak 66 persen menjadi 51,2 miliar dolar AS atau Rp852 triliun, naik signifikan dibanding tahun lalu. Nvidia juga memproyeksikan pendapatan kuartal IV fiskal 2026 bisa mencapai 65 miliar dolar AS atau Rp1.081 triliun, dan dengan kapitalisasi pasar 4,381 triliun dolar AS, Nvidia kini menyalip Apple dan Alphabet sebagai perusahaan paling bernilai di dunia.
Apa yang Mendorong Pertumbuhan Fantastis Ini?
Lonjakan pendapatan Nvidia didorong oleh permintaan GPU seri Blackwell terbaru. Chip ini dirancang khusus untuk pelatihan dan inferensi model AI skala besar, dan langsung dipesan oleh raksasa cloud seperti Microsoft Azure, Amazon AWS, Google Cloud, hingga Oracle. CEO Nvidia Jensen Huang menyebut, “Setiap perusahaan cloud besar di dunia sudah memesan Blackwell dalam jumlah yang sangat besar.”
Selain itu, permintaan dari pengembang AI generatif seperti OpenAI, Anthropic, xAI, dan Meta tetap tinggi. Huang menambahkan bahwa backlog pesanan Blackwell sudah penuh hingga pertengahan 2026. Hal ini menunjukkan bahwa meski investor khawatir, perusahaan-perusahaan teknologi masih berlomba-lomba membangun infrastruktur AI secepat mungkin.
Dampak dan Konteks Industri AI
Situasi ini menunjukkan pasar AI berada di persimpangan. Di satu sisi, investor mengambil untung karena valuasi saham tinggi — Price-to-Earnings ratio (PER) Nvidia saat ini sekitar 70x, jauh di atas rata-rata industri teknologi 30-35x. Namun di sisi lain, permintaan terhadap infrastruktur AI tetap tumbuh pesat. Perusahaan cloud global diprediksi akan mengeluarkan belanja modal lebih dari 300 miliar dolar AS pada 2026 hanya untuk server dan GPU AI.
Bagi Indonesia, yang tengah gencar mengadopsi AI di sektor fintech, e-commerce, logistik, dan manufaktur, fenomena ini menjadi pengingat: hype AI memang besar, tapi yang bertahan adalah perusahaan dengan produk nyata dan permintaan riil.
Belum Ada Tanda-Tanda Gelembung AI Pecah
Kontradiksi antara aksi jual investor besar dan kinerja Nvidia yang terus melesat menunjukkan bahwa kekhawatiran gelembung AI masih lebih bersifat psikologis ketimbang fundamental. Bahkan jika terjadi koreksi saham 20-30 persen, itu tidak otomatis berarti gelembung AI pecah.
Sejarah menunjukkan bahwa koreksi adalah bagian normal dari siklus teknologi. Yang membedakan gelembung sejati adalah ketika permintaan produk menghilang, bukan hanya karena investor mengambil untung.
Huang menegaskan, permintaan chip AI tetap “gila-gilaan.” Selama perusahaan besar dunia masih berlomba membangun superkomputer AI, Nvidia tetap menjadi penerima manfaat utama. Untuk saat ini, tren pertumbuhan bisnis inti Nvidia jauh lebih kuat dibanding ketakutan pasar.














