Media90 – Jensen Huang, sosok visioner di balik kesuksesan Nvidia, pernah membagikan kisah masa kecil yang menjadi fondasi perjalanan kariernya. Dalam sebuah diskusi di Cambridge Union, ia mengungkap bahwa pelajaran hidup paling berharga justru datang dari ibunya—seorang perempuan sederhana yang mengajarinya bahasa Inggris, meski dirinya sendiri tidak bisa berbicara bahasa tersebut.
Cerita itu bukan sekadar nostalgia keluarga, tetapi menjadi gambaran bagaimana ketekunan, keberanian, dan kemauan belajar menjadi nilai inti yang terus dibawa Huang hingga memimpin salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia.
Belajar Bahasa Inggris dari Ibu yang Tak Menguasainya
Huang lahir di Taiwan dalam keluarga yang menggunakan bahasa Hokkien sebagai bahasa utama. Pada usia 9 tahun, ia bersama keluarganya pindah ke Amerika Serikat—sebuah perpindahan besar yang menuntut banyak persiapan, terutama dalam hal bahasa.
Salah satu persiapan itu datang dari sang ibu. Meskipun tidak bisa berbahasa Inggris, ia tetap berusaha keras mengajari Huang dan kakaknya. Ia menggunakan kertas, pensil, dan kamus untuk mengenalkan kata-kata dasar bahasa Inggris kepada putra-putranya.
Huang mengenang momen tersebut sebagai pelajaran mendalam yang tidak pernah ia lupakan.
“Ibu saya yang mengajarkan saya bahasa Inggris, padahal beliau sendiri tidak bisa berbahasa Inggris. Dan itu sudah menjelaskan semuanya,” ujarnya.
Dari pengalaman itu, ia menyadari bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti belajar. Sikap yang ia warisi dari ibunya inilah yang kelak membentuk pola pikirnya di dunia teknologi.
Dari Imigran Kecil hingga CEO Raksasa Teknologi Dunia
Setelah pindah ke Amerika, Huang menghadapi berbagai tantangan sebagai anak imigran yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun ketekunan yang ditanamkan sang ibu membuatnya terus melangkah maju.
Pada 1993, ia mendirikan Nvidia bersama dua rekannya. Awalnya Nvidia fokus pada grafis komputer, namun di tangan Huang perusahaan ini berkembang menjadi pilar utama teknologi modern—mulai dari kecerdasan buatan (AI), pusat data, komputasi super, hingga industri gaming.
Pada 1999, Nvidia melantai di bursa saham. Kini, nilai perusahaannya telah melampaui 5 triliun dolar AS, menjadikannya salah satu perusahaan paling berpengaruh di dunia.
“Tahan Banting” sebagai Kunci Sukses
Dalam diskusi di Cambridge Union, Huang menegaskan bahwa kemampuan bertahan dalam kondisi sulit adalah faktor terbesar perjalanan kariernya.
Ia mengatakan bahwa setiap tantangan selalu ia hadapi dengan pertanyaan sederhana: “Seberapa sulit sebenarnya ini?”
Menurutnya, banyak orang gagal bukan karena tak mampu, tetapi karena berhenti terlalu cepat.
Huang lalu menambahkan:
“Bertahan di dalam permainan adalah sebagian besar dari semuanya. Saya bisa melakukan apa yang saya lakukan hari ini karena saya tidak bosan dan saya tidak dipecat. Itu keajaibannya. Itu 100% bagian terpenting.”
Budaya Kerja Nvidia: Fokus, Tanpa Drama, Tanpa Privilege
Kesuksesan Nvidia tidak hanya ditentukan oleh teknologinya, tetapi juga budaya kerja yang dibangun oleh Huang. Menurut laporan Business Insider, Huang menerapkan struktur organisasi yang ramping untuk mempercepat komunikasi dan meminimalkan drama kantor.
Beberapa hal menarik tentang budaya kerja Nvidia:
-
Huang memimpin hingga 36 bawahan langsung, membuat koordinasi lebih cepat.
-
VP Nvidia tetap terbang kelas ekonomi, tidak ada privilese berlebihan.
-
Banyak pejabat tidak memiliki asisten pribadi, kecuali yang benar-benar membutuhkan untuk tugas tertentu.
Wakil Presiden Nvidia, Vladimir Troy, mengatakan:
“Tidak ada perlakuan khusus. Semua orang setara untuk fokus pada misi dan berkarya.”
Meski begitu, dalam praktik tertentu Huang tetap menggunakan jet pribadi untuk efisiensi perjalanan—sebuah hal yang umum di industri teknologi. Tetapi nilai kesederhanaan dan fokus tetap menjadi identitas kuat Nvidia.
Ketekunan yang Menginspirasi Banyak Pemimpin
Kisah keluarga Jensen Huang tidak hanya menginspirasi karyawan Nvidia, tetapi juga tokoh-tokoh teknologi lain. Misalnya, Pavel Durov—pendiri Telegram—pernah mengatakan bahwa etos kerja kerasnya juga dibentuk oleh nilai-nilai yang ditanamkan keluarganya sejak kecil.
Kisah-kisah semacam ini menunjukkan bahwa nilai sederhana seperti ketekunan, semangat belajar, dan keberanian mencoba hal baru sering kali menjadi fondasi kuat yang membentuk kesuksesan seseorang.
Penutup
Jensen Huang bukan hanya sosok di balik Nvidia, tetapi juga cerminan dari kegigihan yang dibangun dari pengalaman sederhana bersama ibunya. Pelajaran yang ia dapatkan—belajar bahasa baru dari seseorang yang tidak menguasainya—menjadi metafora kehidupannya: bahwa tekad lebih kuat daripada keterbatasan.
Dari ruang tamu kecil di Taiwan hingga pucuk kepemimpinan perusahaan teknologi global, kisah Huang adalah bukti bahwa kerja keras, ketekunan, dan keyakinan pada proses mampu membawa seseorang menembus batas-batas besar dalam hidupnya.














