Media90 – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung untuk menghibahkan dana sebesar Rp60 miliar bagi pembangunan Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung terus menuai sorotan publik. Di tengah banyaknya kebutuhan daerah yang mendesak, kebijakan tersebut dianggap janggal dan memunculkan tanda tanya besar: mengapa Pemkot begitu ngotot membantu lembaga vertikal yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat?
Berdasarkan rencana, dana hibah fantastis tersebut akan direalisasikan dalam dua tahap: Rp15 miliar pada 2025 dan Rp45 miliar pada 2026. Namun hingga kini, rancangan anggaran tahun 2026 masih dalam pembahasan di DPRD Kota Bandar Lampung.
“Anggaran itu masih dibahas. Belum ada keputusan final, nanti kita lihat hasil pembahasannya di komisi,” ujar salah satu anggota DPRD Kota Bandar Lampung yang enggan disebutkan namanya, Minggu (12/10/2025).
Sementara itu, dalam rapat Badan Anggaran DPRD juga terungkap bahwa rencana penjualan sejumlah aset milik Pemkot guna menambah kas daerah belum menunjukkan progres berarti. Plt. Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Bandar Lampung, Zakky Irawan, menyebutkan bahwa proses penilaian aset oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebenarnya telah selesai.
“Nilai asetnya sudah keluar dari KPKNL, totalnya sekitar Rp250 miliar. Namun hingga saat ini belum ada pihak yang mengajukan penawaran untuk pembelian aset tersebut,” kata Zakky.
Kondisi tersebut semakin menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Publik mempertanyakan alasan Pemkot tetap bersikeras memberikan bantuan dana bagi pembangunan Gedung Kejati Lampung, sementara hasil penjualan aset daerah saja belum terealisasi.
Menanggapi polemik tersebut, Plt. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapperida) Kota Bandar Lampung, Dini Purnamawaty, menegaskan bahwa hibah kepada instansi vertikal bukanlah hal yang melanggar aturan.
“Pemberian hibah kepada instansi vertikal merupakan kewenangan pemerintah daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” jelas Dini dalam konferensi pers, Senin (29/9/2025).
Menurutnya, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk mendukung pelaksanaan pelayanan pemerintahan di wilayahnya, termasuk kepada instansi vertikal yang berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.
“Instansi vertikal turut berperan dalam menyukseskan program nasional, seperti pendidikan, pelayanan publik, dan pengawasan. Jadi hibah ini bagian dari kolaborasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat,” tambahnya.
Dini juga menyebut, pemberian hibah semacam itu bukan kali pertama dilakukan Pemkot Bandar Lampung. Sebelumnya, Pemkot telah memberikan dukungan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan UIN Raden Intan Lampung sebagai fasilitas penunjang Fakultas Kedokteran.
Selain hibah untuk pembangunan Gedung Kejati Lampung, Pemkot juga merencanakan sejumlah proyek bantuan serupa pada periode 2025–2026, antara lain pembangunan Gedung Komando Distrik Militer (Kodim) serta pemasangan lift di Pengadilan Negeri Bandar Lampung.
Namun, di tengah berbagai penjelasan tersebut, publik tetap menaruh rasa curiga. Banyak pihak menilai kebijakan hibah miliaran rupiah kepada Kejati tidak memiliki urgensi yang sepadan dengan kondisi kebutuhan daerah, terutama karena lembaga tersebut seharusnya mendapatkan alokasi anggaran dari APBN, bukan dari kas daerah.
Kini, masyarakat menantikan langkah DPRD dalam pembahasan lanjutan. Apakah dana hibah Rp60 miliar itu akan benar-benar disetujui, atau justru dibatalkan karena dinilai tidak sesuai dengan prioritas kebutuhan warga Kota Bandar Lampung?