Media90 – Industri baja menjadi salah satu fondasi penting kemandirian ekonomi nasional, menopang sektor strategis seperti konstruksi, perkapalan, pertahanan, transportasi, hingga perumahan. Namun, di tengah tekanan baja impor murah dan tantangan struktural, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk/Krakatau Steel Group menegaskan perlunya dukungan penuh dari pemerintah dan DPR RI untuk memperkuat daya saing industri baja domestik.
Direktur Utama Krakatau Steel, Akbar Djohan, menyoroti kondisi industri baja nasional yang berada di persimpangan penting. “Regulasi dan kebijakan dari pemerintah serta dukungan DPR sangat krusial. Ini bukan hanya soal kepentingan satu perusahaan, tapi tentang menjaga kedaulatan industri strategis nasional,” ujarnya.
Ancaman Baja Impor bagi Produsen Lokal
Tantangan terbesar industri baja nasional adalah maraknya baja impor murah, khususnya dari Tiongkok. Dalam tiga tahun terakhir, ekspor baja Tiongkok meningkat drastis dari 67 juta ton pada 2022 menjadi 117 juta ton pada 2024, dengan sekitar 50 persen mengalir ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Produk impor ini bisa dijual lebih murah hingga 20–25 dolar per ton.
“Tanpa instrumen perlindungan seperti Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Safeguard, dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), produsen lokal akan kesulitan bersaing,” jelas Akbar. Padahal, kapasitas produksi dalam negeri cukup besar; sekitar 80 persen kebutuhan baja nasional bisa dipenuhi lokal, namun kenyataannya 40–55 persen masih menggunakan impor. Akibatnya, utilisasi produksi industri baja nasional rata-rata hanya 57 persen.
Modal Kerja: Kunci Keberlanjutan Produksi
Selain tantangan eksternal, Krakatau Steel Group menghadapi kebutuhan mendesak di sisi internal, yaitu penyediaan modal kerja agar fasilitas produksi dapat berjalan efisien dan berkelanjutan. KS Group memiliki kapasitas produksi 7,9 juta ton per tahun dengan produk unggulan seperti Hot Rolled Coil (HRC), Cold Rolled Coil (CRC), pipa las, hingga profil konstruksi.
“Restrukturisasi keuangan dan penyediaan modal kerja menjadi kunci. Tanpa dukungan finansial, upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi tidak akan optimal,” tambah Akbar. Dukungan pemerintah dan DPR diharapkan mampu memperkuat rantai pasok baja nasional sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor.
Hilirisasi dan Sinergi: Jalan Menuju Kemandirian Baja Nasional
Krakatau Steel tetap optimistis terhadap masa depan industri baja nasional melalui penguatan hilirisasi dan sinergi lintas sektor. “Sinergi dengan sektor perkapalan, militer, transportasi, hingga program pembangunan perumahan rakyat akan menjadi motor baru pertumbuhan industri baja nasional,” ujar Akbar.
Program pemerintah untuk pembangunan tiga juta rumah rakyat menjadi peluang strategis yang diperkirakan akan menyerap baja dalam jumlah signifikan, sekaligus memperkuat posisi industri baja dalam negeri.
Akbar juga menekankan peran legislatif dalam mendukung kebijakan perlindungan pasar, pengendalian tata niaga impor, penyediaan modal kerja, dan fasilitasi hilirisasi. “Kalau semua pihak bersinergi, industri baja nasional tidak hanya akan bertahan, tapi juga tumbuh menjadi tulang punggung pembangunan nasional. Krakatau Steel Group siap berada di garda terdepan,” tutupnya.
Tentang Krakatau Steel Tbk
Didirikan pada 31 Agustus 1970, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk adalah perusahaan manufaktur baja terintegrasi. Selain industri baja, Krakatau Steel Group juga mengembangkan kawasan industri terpadu, kepelabuhanan, logistik, penyediaan air industri, serta energi melalui power plant, termasuk beberapa ventura bersama perusahaan Korea dan Jepang.