Media90 – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Setyo Budiyanto, menegaskan pentingnya peran perguruan tinggi sebagai benteng moral dan akal sehat bangsa dalam upaya mencegah perilaku koruptif. Pesan itu ia sampaikan dalam kuliah umum bertajuk “Membangun Integritas Melalui Pendidikan Anti Korupsi pada Perguruan Tinggi” di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Rabu (5/11/2025).
Dalam paparannya, Setyo menyebut kampus memiliki posisi yang sangat strategis sebagai pusat pembentukan karakter, pemikiran kritis, serta nilai-nilai integritas yang harus tertanam kuat di setiap sivitas akademika.
“Saya yakin, kalau kesadaran ini sudah tertanam hingga alam bawah sadar, maka akan menjadi karakter yang tidak tergoyahkan oleh siapa pun. Intervensi apa pun bisa ditolak karena bertentangan dengan budaya baik,” ujar Setyo Budiyanto.
Pendidikan sebagai Fondasi Antikorupsi
Setyo menekankan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan penindakan, tetapi juga harus diperkuat dengan pendidikan dan pencegahan. Dalam konteks itu, kampus memiliki tanggung jawab moral untuk menumbuhkan karakter antikorupsi sejak dini.
Ia juga menyinggung Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang saat ini masih berada di angka 37 dari 100, menempatkan Indonesia di peringkat 99 dari 180 negara. Menurutnya, angka ini menunjukkan masih adanya praktik korupsi yang perlu menjadi perhatian serius semua pihak, termasuk kalangan akademisi.
“Skor itu bukan sekadar angka, tapi cerminan perilaku yang masih terjadi. Kami mengajak para dosen dan mahasiswa untuk menanamkan kesadaran bahwa setiap tindakan individu berkontribusi pada integritas bangsa,” jelasnya.
Tiga Titik Rawan Korupsi di Kampus
Dalam kesempatan tersebut, Setyo mengungkapkan tiga area rawan korupsi di lingkungan pendidikan tinggi, yakni kejujuran akademik, kedisiplinan akademik, dan gratifikasi.
Ia juga menyoroti potensi intervensi dalam proses penerimaan mahasiswa baru maupun pemilihan rektor. Untuk itu, KPK membuka peluang pendampingan agar proses berlangsung transparan dan akuntabel.
“Kalau perlu, kami bisa ikut mengawasi proses pemilihan rektor di UIN, dari tahap awal sampai akhir, supaya tidak ada celah penyimpangan,” katanya.
Gratifikasi Masih Dianggap Wajar
Terkait gratifikasi, Setyo mengingatkan agar seluruh pihak di kampus berhati-hati terhadap setiap bentuk pemberian yang berkaitan dengan jabatan atau wewenang. Hal ini sejalan dengan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024, yang menunjukkan Indeks Integritas Pendidikan di angka 69,50 dengan kategori korektif.
KPK menemukan 30 persen guru atau dosen dan 18 persen pimpinan satuan pendidikan masih menganggap gratifikasi sebagai hal yang wajar. Bahkan, di 22 persen satuan pendidikan, pemberian hadiah digunakan untuk menaikkan nilai atau meluluskan siswa.
Komitmen UIN Raden Intan Bangun Kampus Berintegritas
Sementara itu, Rektor UIN Raden Intan Lampung, Prof. Dr. Wan Jamaluddin, menyatakan pihaknya berkomitmen menjadikan kampus sebagai pelopor dalam membangun budaya antikorupsi.
“Kehadiran KPK menjadi penanda keseriusan kami dalam membangun ekosistem pendidikan yang berintegritas,” ungkap Prof. Wan Jamaluddin.
UIN Raden Intan yang mengusung tagline Ber-ISI (Intelektual, Spirituality, dan Integritas), lanjutnya, telah menegakkan nilai integritas secara konsisten, termasuk dalam tata kelola jabatan di lingkungan kampus.
“Integritas kami tegakkan dengan meniadakan praktik transaksional dalam promosi maupun mutasi jabatan, mulai dari wakil rektor hingga kasubbag,” tegasnya.
Prof. Wan berharap, kehadiran KPK akan semakin memperkuat budaya integritas di dunia pendidikan tinggi. Kampus, kata dia, harus menjadi contoh nyata nilai antikorupsi sekaligus benteng terakhir akal sehat bangsa.
“Kampus tidak boleh memberi ruang bagi praktik korupsi dalam bentuk apa pun. Inilah komitmen kami menuju pendidikan yang bersih, beretika, dan berintegritas,” pungkasnya.














