Media90 – Fenomena fotografer yang memotret orang di ruang publik tanpa izin kembali menuai sorotan publik. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan, masyarakat memiliki hak hukum untuk menggugat jika privasinya dilanggar, terutama ketika foto tersebut disebarluaskan atau dijual tanpa persetujuan.
Foto Warga Dijual Lewat Aplikasi AI
Belakangan, media sosial diramaikan dengan kasus fotografer yang menjual hasil jepretannya melalui aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI). Foto-foto itu diambil di tempat umum seperti taman kota, jalur olahraga, atau area publik lainnya.
Biasanya, aplikasi tersebut digunakan oleh pelari atau pejalan kaki yang ingin mendapatkan potret diri saat beraktivitas tanpa harus memotret sendiri.
Namun, di balik inovasi itu, muncul keresahan. Banyak warga merasa tidak nyaman karena foto mereka diambil tanpa izin dan dijual ke pihak lain. Praktik semacam ini dianggap melanggar privasi, meskipun dilakukan di ruang publik.
Komdigi: Warga Punya Hak Gugat
Direktur Jenderal Pengawasan Digital Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa masyarakat berhak mengambil langkah hukum terhadap pihak yang diduga melanggar hak privasi atau menyalahgunakan data pribadi.
“Masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang diduga melanggar atau menyalahgunakan data pribadi, sebagaimana diatur dalam UU ITE dan UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP),” jelas Alex, Rabu (29/10).
Ia menjelaskan, foto seseorang—terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu—termasuk kategori data pribadi, karena dapat digunakan untuk mengenali identitas seseorang. Karena itu, setiap fotografer wajib memahami batas hukum dan etika dalam memotret, menyimpan, dan mempublikasikan hasil foto.
Fotografer Wajib Patuhi UU PDP
Alex menegaskan, hasil foto tidak boleh dikomersialkan tanpa izin eksplisit dari orang yang menjadi objeknya. Dalam UU PDP, setiap kegiatan pemrosesan data pribadi—termasuk pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan foto—harus memiliki dasar hukum yang sah.
“Setiap kegiatan pemotretan dan publikasi foto wajib memperhatikan aspek etika dan hukum pelindungan data pribadi,” ujarnya.
Komdigi Ajak Fotografer dan Platform Berdiskusi
Untuk mencegah pelanggaran serupa, Komdigi berencana mengundang perwakilan fotografer, asosiasi profesi, dan platform digital untuk berdiskusi mengenai etika fotografi di era AI.
“Kami akan mengundang perwakilan fotografer dan asosiasi seperti AOFI serta penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk membahas kewajiban hukum dan etika fotografi,” kata Alex.
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman semua pihak terhadap perlindungan data pribadi dan tanggung jawab hukum dalam praktik fotografi digital.
Dorong Literasi Digital dan Kesadaran Etika
Selain itu, Komdigi juga mendorong peningkatan literasi digital masyarakat, agar publik lebih sadar pentingnya menjaga privasi di era serba digital, termasuk dalam penggunaan teknologi fotografi dan AI generatif.
Alex menegaskan, langkah ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah untuk menciptakan ekosistem digital yang aman, etis, dan adil bagi semua pihak.
Kesimpulan
Jika kamu merasa difoto tanpa izin dan hasil fotomu digunakan untuk tujuan komersial, kamu berhak menuntut atau menggugat pelaku sesuai ketentuan UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Hak privasi tetap berlaku meskipun kamu berada di tempat umum—karena wajah dan identitas pribadi tetap dilindungi oleh hukum.














