BERITA

Rektor UIN Raden Intan: Pesantren dan Santri Penjaga Peradaban, Pilar Kemajuan Bangsa

2
×

Rektor UIN Raden Intan: Pesantren dan Santri Penjaga Peradaban, Pilar Kemajuan Bangsa

Sebarkan artikel ini
Pesantren- Santri Dinilai Penopang Peradaban, Rektor UIN Raden Intan Tekankan Peran Strategisnya
Pesantren- Santri Dinilai Penopang Peradaban, Rektor UIN Raden Intan Tekankan Peran Strategisnya

Media90 – Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung menjadi pusat perhatian pada Sabtu (15/11/2025) ketika kampus tersebut menjadi tuan rumah Halaqah Penguatan Kelembagaan Pesantren, sebuah agenda yang digelar sebagai bentuk syukur atas lahirnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren Kementerian Agama RI. Dalam kesempatan itu, Rektor UIN Raden Intan Lampung, Prof. H. Wan Jamaluddin Z., M.Ag., Ph.D, menegaskan kembali peran strategis pesantren dan para santri sebagai penjaga peradaban Islam sekaligus pilar kemajuan bangsa.

Dalam sambutannya, Prof. Wan Jamaluddin menyampaikan apresiasi kepada Dirjen Pendidikan Islam yang telah mempercayakan UIN Raden Intan sebagai tuan rumah. Menurutnya, kehadiran para peserta dari berbagai wilayah menunjukkan kuatnya komitmen bersama untuk merawat tradisi pesantren, memperkuat struktur kelembagaan, serta menjaga nilai-nilai Islam yang ramah dan berkeadaban.

“Halaqah ini momentum bersejarah. Tidak setiap generasi diberi kesempatan menyaksikan fase penting seperti lahirnya Ditjen Pesantren,” ujarnya.

Santri Sebagai Motor Kemajuan Kampus

Rektor menyoroti bahwa mayoritas pimpinan UIN Raden Intan Lampung merupakan alumni pesantren, mulai dari rektor, wakil rektor, para dekan, hingga kepala biro. Menurutnya, hal tersebut menjadi fondasi kuat yang membawa kampus berkembang pesat dan meraih berbagai prestasi nasional.

Baca Juga:  DWP Unila Menggelar Workshop Kreatif: Optimalkan Evaluasi dan Rancang Program Kerja 2024

“Maka wajar jika kampus ini menjadi kampus paling hijau, paling lestari, dan berkelanjutan. Semua didesain dan dipertahankan oleh tangan-tangan santri yang kini menjadi profesor, doktor, hingga magister,” katanya.

Pesantren, Lembaga Tahan Banting Sepanjang Sejarah

Dalam paparannya, Guru Besar Sejarah Peradaban Islam ini menjelaskan bagaimana pesantren berulang kali membuktikan ketangguhannya dalam sejarah Nusantara. Ia mengutip pandangan orientalis Eropa yang sempat mengira Islam akan runtuh setelah kejatuhan Baghdad pada 1258 M. Namun yang terjadi justru sebaliknya: kekuatan Islam bangkit kembali melalui lembaga pendidikan keagamaan dan gerakan sufisme.

Prof. Wan Jamaluddin merujuk buku The History of Islamic Civilization yang menjelaskan bahwa meski kekuasaan politik Islam goyah, kekuatannya tetap hidup melalui pesantren, surau, dan majelis-majelis ulama. Abad ke-13 kemudian menjadi titik lahirnya pusat peradaban Islam di berbagai wilayah, termasuk Nusantara.

Baca Juga:  Rektor Unila Resmi Buka Dies Natalis ke-59 dengan Rangkaian Kegiatan Akademik dan Seminar

Ia menyinggung berbagai tarekat besar seperti Sammaniyah di Palembang dan Lampung, Naqsyabandiyah di Jawa, Syadziliyah, hingga Watiah di Kalimantan dan Sulawesi yang tumbuh dari basis pendidikan sufistik di pesantren. Jaringan ini pula yang menjadi fondasi berbagai perlawanan besar, termasuk Perang Diponegoro.

“Inilah sebabnya Perang Diponegoro mengguncang dunia. Gerakan itu lahir dari basis pesantren dan kekuatan tarekat,” ujarnya.

Lampung dan Sejarah Perlawanan Santri

Menurut Prof. Wan Jamaluddin, Lampung adalah salah satu wilayah yang memiliki tradisi panjang perjuangan santri dan kiai. Ia menceritakan bagaimana pada Agresi Militer Belanda 1947, bumi Lampung dipertahankan oleh para tokoh pesantren, termasuk KH Ahmad Hanafiah bersama Pasukan Golok yang menghadang Belanda di Muara Enim dan Baturaja.

Baca Juga:  Kolaborasi Antikorupsi: Apdesi, Kejaksaan, dan DPMPK Tulang Bawang Latih Kepala Kampung dalam Penyusunan LHKPN

Pada agresi kedua tahun 1949, perlawanan dipimpin oleh KH Muhammad Ghalib dari Pringsewu, mempertegas peran pesantren dalam mempertahankan tanah air.

Tradisi dan Transformasi: Dua Kutub Pesantren

Rektor menegaskan bahwa pesantren memiliki dua kutub besar: tradisi dan transformasi. Keduanya harus dipadukan agar pesantren mampu beradaptasi di tengah perubahan global. Karena itu, penguatan kelembagaan menjadi urgensi agar pesantren tetap menjadi pusat ilmu yang otoritatif.

Ia mencontohkan transformasi UIN Raden Intan sejak berubah dari IAIN menjadi UIN pada 2017, yang kini memiliki salah satu jumlah guru besar terbanyak di PTKIN se-Sumatera. Digitalisasi dan peningkatan kualitas SDM, menurutnya, juga harus menjadi langkah strategis pesantren.

Harapan atas Lahirnya Ditjen Pesantren

Dalam penutupnya, Prof. Wan Jamaluddin berharap kehadiran Ditjen Pesantren dapat menjadi penghubung kuat antara pesantren dan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perguruan tinggi.

“Dengan lahirnya Direktorat Jenderal Pesantren, kita berharap kolaborasi semakin kuat untuk memperkuat pesantren sebagai pusat peradaban Islam dan kemajuan bangsa,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *